Sunday, March 23, 2014

Alumni Pertama

Saya adalah alumni pertama dari SMA saya (Santa Maria Monica) yang masuk ITB.
Saya tidak bisa membuktikan kebenaran hal itu,tapi saya sudah mencari sejak awal kelas 12 sampai awal tingkat 2 di sini,tidak saya temukan ada kakak kelas yang pernah kuliah disini.
Saya juga sudah bertanya pada guru saya yang telah mengajar 10tahun (pada tahun 2012),mereka tidak tau. Kepo-kepo di Facebook dan Twitter juga tetap tidak menemukan.

Saya pikir memang sangat berat masuk ITB kalau dari sekolah saya,terutama untuk jurusan saya sekarang ini. Karena tidak ada motivasi dari lingkungan sekitar. Harus mencari sendiri motivasi itu. Guru kamipun kurang peduli dengan alumninya yang ke PTN.

Menurut saya yang membuat alumni kami sulit masuk PTN bagus adalah karena kebanyakan memiliki kebiasaan tidak jujur (apalagi kalau orang tersebut dari SMP yang sama). Kebanyakan dari mereka malah mengisi kegiatan sekolahnya dengan ketidak jujuran,misalnya mencontek dan kerjasama mark-up nilai.
Ketika saya tanya beberapa teman saya, mereka berdalih "karena mereka tidak ingin kuliah setelah lulus",jadi mereka tidak begitu perduli dengan ilmunya dan ingin cepat-cepat lulus.
Tapi taukah kawan bahwa mereka yang mencontek APAPUN alasannya menggoda kami-kami yang jujur untuk melakukan kejahatan yang sama.?
Guru kamipun sebetulnya sering mengetahui adanya kegiatan contek mencontek,tapi mendiamkan.
Saya tau karena biasanya saya menyelesaikan soal-soal ulangan lebih cepat dari waktu yang diberikan. Setelah selesai saya memperhatikan teman-teman yang dibelakang. Menurut saya teknik mencontek mereka standar,tidak perlu kejelian tinggi untuk tau bahwa mereka sedang bertukar jawaban. Hebatnya,kadang guru kami pun melihat lalu hanya mendiamkan.
Jika sudah muak sang guru biasanya hanya menyindir dengan berteriak "jangan kerjasama".
Guru lain yang lebih sabar biasanya menyindir dengan kata-kata "jangan membiasakan diri berlaku tidak jujur". Kejadian selanjutnya membuat saya tercengang,beberapa dari mereka (yang mencontek) tidak peduli pada teriakan dan celotehan guru kami. Mereka tetap melakukan aksi mereka dengan metode yang tetap standar. Mungkin karena kami semua pun tahu, belum pernah ada murid yang kertas ulangannya diambil dan disobek-sobek didepan pelaku sebagai shock therapy.
Saya sangat kecewa sebenarnya. Namun di satu sisi saya mengerti jika sekolah juga takut kehilangan murid sehingga guru terpaksa membiarkan. .
Saya sendiri tidak pernah mencontek lagi sejak masuk SMA (ceritanya panjang).

Kedua adalah karena kurangnya motivasi untuk masuk PTN. Beberapa teman saya bahkan sebelum dimulainya pendaftaran tes tertulis masuk PTN sudah mendaftarkan diri dan menetapkan hati untuk masuk suatu PTS (Maklum saja,hampir setiap sekolah swasta juga begitu).
Salah satu guru juga pernah bilang di depan kami : "PTN sama PTS sama saja".

Akhirnya kami yang mau masuk PTN seperti harus berjuang sendiri. Berbeda suasananya ketika di tempat bimbel. Teman-teman saya yang dari sekolah negeri terlihat saling mendukung dan sharing untuk bisa menggapai mimpinya.
Kebanyakan teman saya juga malas-malasan dalam mengerjakan soal-soal tryout.Ada juga yang mencontek, padahal tidak membuat pengaruh apapun pada nilai akademik.
Pikir saya kenapa menciptakan kebiasaan buruk toh dapat nilai 100 pun tidak masuk nilai rapot?
Anehnya lagi hal itupun dilakukan di tempat bimbel,mereka "kerjasama" dalam menyelesaikan soal tryout. Menurut saya hal ini karena kebiasaan buruk itu dibiarkan sejak awal,sehingga sudah mendarah daging (mungkin).

Ketiga tentunya karena kecerdasan setiap orang berbeda.
Saya sering mengikuti tryout baik dari sekolah, bimbel, ataupun diluar keduanya.
Saya biasanya baru akan belajar ketika hasilnya keluar. Karena ketika melihat orang-orang yang lebih pintar yang belajar lebih sering dari saya,membuat saya berpikir mungkin Tuhan sedang "mencubit"saya, bahwa saya harus belajar jika ingin menggapai mimpi saya.

Tapi kebanyakan dari teman saya tidak berpikiran sama.

Terakhir tentunya juga faktor guru. Suatu hari pernah saya bertanya pada seorang guru tentang suatu materi
Saya :"Ini gimana cara nyelesainnya,bu?" (Kurang lebih kata-kata saya seperti itu)
Saya ingat persis apa jawaban guru tersebut. . .

Guru : "Oh,materi itu ga keluar kok di ujian."

Membuat saya bertanya-tanya "apa kita belajar disekolah hanya untuk ujian?".

Untuk adik-adik yang satu SMA dengan saya jangan kaget,bahkan setelah melewati hal berat seperti itu kehidupan perkuliahan di ITB lebih berat lagi dari yang kalian bayangkan..
Kalau seperti itu saja kalian tidak mampu,sulit untuk masuk apalagi bertahan di Kampus Ganesha ini.

Pesan saya untuk adik kelas saya :
Mungkin diantara kalian ada yang lebih pintar dari saya dan juga ingin masuk ITB atau kampus lainnya. Saya tau kalian pasti akan memiliki banyak waktu luang. Dulu saya menghabiskan waktu luang saya dengan bermain game,hasilnya ketika masuk ITB saya tidak bisa apa-apa dan harus belajar dari 0.
Lebih baik kalian gunakan waktu kalian untuk hal-hal yang lebih berguna daripada main game.
Bagi yang ingin masuk Informatika (saya tau pasti banyak),mulailah belajar pemrograman.
Jangan menunggu dari sekolah. Beli buku-buku yang mendukung mimpi kalian,atau baca-baca dari internet.

GOOD LUCK

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih telah meluangkan waktu untuk membaca.
Tuliskan pendapat anda disini